8/30/13

Demokrasi Tirani sang Kapitalis

3 April 2006 (benwal.multiply.com)


Jika bicara demokrasi, orang seluruh dunia pasti menunjuk Amerika Serikat sebagai negara yang selalu menyuarakan faham ini, dan selalu bertindak atas nama demokrasi. Tapi apa yang terjadi ketika penerapan demokrasi itu menghasilkan tokoh atau pihak yang tak sejalan dengan aksi kapitalismenya?


Demokrasi yang tak dikehendaki

Kita jalan-jalan sebentar ke Palestina. Pemilihan umum paling demokratis dalam sejarah Palestina ini dimenangkan oleh partai HAMAS. Sebuah partai berbasis perjuangan rakyat yang dulu memang agak radikal, dan hal itulah yang dijadikan alasan negara penjaga demokrasi dunia Amerika Serikat, untuk tidak menyetujui kemenangannya. Bahkan berusaha menggagalkan kemenangan tersebut dengan berbagai ancaman penangguhan bantuan. Padahal pemilu tersebut diawasi berbagai lembaga internasional, termasuk mantan presiden AS Jimmy Carter, yang ikut mengawasi langsung jalannya pemilihan, dan menyatakan bahwa pesta demokrasi tersebut sungguh pemilu yang bersih.

Tengok agak ke timur sedikit. Salah satu negara penghasil minyak terbesar dunia, Iran. Negara itu juga baru saja melaksanakan pemilihan presiden dengan sangat demokratis. Namun apa tanggapan si Paman Sam? Mahmoud Ahmadinejad, presiden berumur 49 tahun yang hidupnya sederhana itu, berusaha digulingkan dengan berbagai fitnah serta cercaan dengan harapan dapat menggoyangkan kedudukannya. Hingga AS akhirnya melakukan upaya terakhir dengan meneriakkan isu nuklir seperti yang dilakukannya terhadap Irak.

Tak hanya di Timur Tengah. Pemilihan umum yang demokratis juga terjadi Bolivia, sebuah negara miskin di Amerika Selatan tempat terbunuhnya tokoh revolusi Che Guevara oleh CIA pada tahun 1967. Rakyatnya baru saja memiliki presiden pertama yang berasal dari suku asli Indian. Evo Morales yang dipilih oleh sekitar 54% rakyat Bolivia, dan merelakan setengah gajinya sebagai presiden untuk dialokasikan guna kepentingan rakyat itu, menjadi sasaran kecaman Amerika Serikat karena menolak bekerjasama memenuhi keinginan sang negara adidaya.


Demokrasi ala Amerika?

Katanya demokrasi, tapi kenapa tidak setuju ketika ada pihak yang memenangkan pemilihan dengan demokratis? Itulah Amerika Serikat, sebuah negara yang mengaku penganut demokrasi sejati, padahal tak lebih dari sebuah pemerintahan tirani yang selalu memaksakan kepentingannya ke seluruh dunia. Hebatnya lagi, pemerintah AS juga berhasil mengajak negara-negara barat yang lain untuk bersama-sama mengupayakan keberhasilan dari tindakannya.

Jika demokrasi dipaksakan untuk diterapkan di sebuah negara, kalau perlu dengan melakukan agresi seperti yang terjadi pada Irak dan Afghanistan, apa itu namanya tindakan yang demokratis? Masih pantaskah Amerika Serikat dijadikan kiblat demokrasi dunia? Jika masih ada istilah demokrasi ala Amerika, mungkin harus diubah menjadi demokrasi tirani ala Amerika. (b\w)

8/21/13

Poligami dari sudut pandang istri kedua

“Selama ini masalah poligami selalu dilihat dari ‘kacamata’ istri pertama, coba lihat masalah ini dari ‘kacamata’ istri kedua, belum tentu istri kedua tak lebih baik dari istri pertama,” itulah yang dikatakan Poetri Soehendro, seorang penyiar i-radio ketika dalam siaranya bersama Rafiq tadi pagi (12/12/2006) yang untuk kesekian kalinya membahas masalah poligami ini. “Sekarang ini kaum perempuan selalu menghujat para pelaku poligami, padahal bukan tak mungkin suatu saat dia sendiri jadi istri kedua,” sambungnya lagi.

Luar biasa landasan berpikir sang penyiar wanita kawakan tersebut. Pendapatnya tentang poligami begitu terbuka, bahkan menyentuh bahasan yang tidak kita pikirkan sebelumnya. Sangat benar apa yang dikatakannya, bahwa sekarang ini banyak sekali para wanita yang menghujat poligami selalu dari sudut pandang istri pertama. Bagaimana rasanya hati yang teriris-iris ketika tahu diduakan, bagaimana malunya jika orang lain tahu suaminya ternyata punya yang lain. Namun, apakah terpikir bagaimana terisrisnya hati sang pelaku, dalam hal ini sang istri kedua, ketika tahu dirinya dijadikan ajang hujatan sesama kaumnya?

“Ah, gua ga bakal pernah mau punya suami yang udah punya istri!” teriak seorang teman perempuan. Oh ya? Ati-ati lho kalo bicara, never say never kata orang Jawa bilang.

Sayang penulis tidak punya rujukan pengalaman dari sisi istri kedua. Tulisan ini pun tidak juga bermaksud melakukan pembahasan terhadap masalah poligami, karena jika ingin lebih jelas tentang itu, silakan main-main saja ke sini www.polygamy.com. Tapi ulasan di sini hanya ingin sejenak keluar dari batas-batas emosi yang ada.

Ngomongin emosi, ada sebuah statement bijak dari seorang ustadzah terkenal dalam sebuah wawancara di salah satu TV swasta, “Semakin kita menghujat dan mencaci maki A’a Gym, maka dosa-dosa yang ditanggung dia justru akan beralih kepada yang menghujat. Jadi sebaiknya kita doakan saja agar keluarganya bisa tetap berbahagia dengan kejadian ini, lebih berpahala daripada marah-marah yang akan menambah dosa.”

Penting juga ya jika dalam masalah apa pun, hendaknya kita juga melihat emosi dari sisi yang lain. Seperti yang mbak Poetri bilang tadi pagi, “Kita harus tahu bahwa ada orang lain yang keadaannya tidak seperti yang kita alami, tidak semua orang punya kondisi hidup yang sama.” Mungkin sudah saatnya kita melihat suatu masalah tak hanya selalu dari satu sisi, agar kita bisa lebih menghargai hidup yang singkat ini. [b\w]

*tulisan ini pernah diposting pada 12 Desember 2006 di benwal.multiply.com yang sudah musnah...

8/3/13

Makna Lain Speedometer, Penting Bagi Kehidupan Pengemudi Kendaraan Bermotor

Siapa pun yang pernah mengemudikan kendaran bermotor, pasti tahu apa itu speedometer. Sebuah alat pengukur kecepatan kendaraan yang berjalan di darat (entah apakah alat ukur kecepatan di speedboat juga bernama speedometer atau bukan) yang berfungsi agar pengemudi, atau bahkan juga penumpang, mengetahui kecepatan kendaraan yang dikemudikan atau ditumpanginya.

Bentuk speedometer sempat berevolusi dari yang manual menggunakan jarum seperti jam, menjadi model digital yang menggunakan angka besar di bagian dashboard. Belakangan bentuk speedometer akhirnya kembali lagi menggunakan jarum, hanya saja jarum dan angka-angka di dalamnya tidak lagi menggunakan bahan yang dapat bersinar ketika gelap (fluorescence), tapi sudah langsung bercahaya baik siang maupun malam.

Nah, lalu apa menariknya alat bernama speedometer ini? Ternyata jika kita melihat kehidupan manusia di dunia fana ini seperti beroperasinya sebuah speedometer. Hidup ini seperti speedometer yang mulai dari nol, hingga bisa mencapai kecepatan maksimal, namun pasti akan kembali lagi ke angka nol.

Speedometer beroperasi dari nol, perlahan-lahan ia akan naik ke angka berikutnya, 20, 40, 60, 80… seperti halnya kehidupan kita yang pasti pernah mengalami kesulitan, analoginya adalah jika kendaraan melewati jalur yang macet, angka itu akan turun, lalu naik lagi, hingga kendaraan itu menemukan jalan yang sepi atau bebas hambatan/tol. Dalam kehidupan nyata jika kita menemukan jalan keluar dari berbagai masalah kehidupan atau kesuksesan, maka jarum speedometer akan mencapai angka di atas seratus, hingga akhirnya perlahan turun, kembali ke angka nol dengan bertahap.

Begitu pula dengan hidup kita yang fluktuatif, jika umur panjang maka suatu saat pasti akan mengalami nasib yang baik, sebelum bertambah uzur dan mengalami penurunan hingga akhirnya kembali ke angka nol. Tapi perlu diingat bahwa kembalinya jarum ke angka nol bisa secara tiba-tiba. Maaf, jika kendaraan itu tiba-tiba mengalami kecelakaan dalam kecepatan tinggi, maka itu artinya speedometer akan langsung tidak bisa beroperasi, jarumnya langsung melesat ke angka nol tanpa tahapan hitungan mundur.

Manusia hidup memang harus selalu siap untuk kembali ke angka nol. Siap-siap jika ada kecelakaan, atau bahkan juga siap-siap jika kehabisan “bensin” dan kita tidak menemukan tempat di mana bisa membelinya. Tak akan ada speedometer yang jarumnya terus menerus ada di angka 100 km/jam tanpa pernah turun. Jarum kehidupan kita pasti akan kembali ke angka nol, hanya caranya yang bermacam-macam. Jika kita berdoa mohon umur panjang, jangan lupa juga untuk berdoa agar kita kembali ke angka nol dengan baik.

Sumber: Kompasiana

BACA JUGA

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...