9/18/14

Belanja di Pasar Tradisional atau Pasar Modern?

 
 *tulisan ini dibuat/dimuat pada 15 September 2008 di benwal.multiply.com (alm.)
 
Udah lihat iklan barunya Gerindra-nya Prabowo Subianto? Sebagai ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) ia menyarankan rakyat Indonesia untuk belanja di pasar tradisional karena lebih murah dan lebih dapat membantu kesejahteraan rakyat kecil pedagang di pasar tersebut.

Saya langsung ingat ibu saya yang pernah mengeluh betapa harga di pasar tradisional ternyata tak lebih murah dibanding harga di supermarket yang relatif stabil. “Pernah mau beli daging di pasar (tradisional) harganya sekitar Rp 25 ribu per kilo, padahal di He** (supermarket dekat rumah – red.) masih Rp 12 ribu,” keluhnya.

“Belum lagi sekarang marak isu daging bekas hotel dan restoran yang diolah kembali, dan di jual di pasar tradisional. Sebelumnya malah ada isu daging yang sapinya di “glonggong” (dicekokin air sampai badanya membengkak – sadis! – sehingga dagingnya lebih berat padahal karena penuh air – red.) sebelum disembelih. Ada juga daging kedaluwarsa yang sudah biru-biru, dikasih formalin sama disiramin darah segar biar masih bisa dijual karena kelihatannya masih segar,” tambah ibunda dengan wajah kecewa penuh keprihatinan.

Benar juga ya, semua rekayasa tersebut jarang bisa menembus supermarket. Pasar tradisional menjadi ajang penjualan paling aman karena cenderung bebas tanpa pengawasan. Paling-paling baru didatangi pejabat terkait jika menjelang Lebaran seperti sekarang ini. Lihatlah bagaimana rekayasa penjualan makanan marak terjadi di sana, mulai dari daging sapi yang dicampur daging celeng atau tikus, hingga beras atau gula yang diberi pemutih.

Kembali ke iklannya si oom
Prabowo Subianto. Poin kedua mungkin benar, dengan kita berbelanja di pasar tradisional akan dapat lebih memberdayakan pedagang di sana yang memang dari kalangan rakyat kebanyakan.

Poin pertama bahwa harga di pasar tradisional lebih murah sepertinya tidak tepat, karena nyatanya harga di pasar modern (supermarket) lebih stabil dibanding di tradisional. Jika pun harga di pasar tradisional lebih murah tetapi ternyata bermasalah, seperti daging yang diberi formalin, atau dulu juga marak isu penjualan
ayam “tiren” yang artinya: mati kemaren alias sudah bangkai.

Jadi, mau belanja di mana???

BACA JUGA

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...