“Ibu-ibu, coba hitung lebih banyak mana zakat maal atau zakat
mall-nya?” seru Ustad Wijayanto dalam sebuah acara Ramadan di sebuah
stasiun TV. “Ini sekedar sindiran bahwa manusia selama ini lebih banyak
membawa uang ketika pergi ke mall, ketimbang digunakan untuk membayar
zakat maal-nya,” lanjut ustad lulusan S2 dari Pakistan tersebut.
Kata-kata zakat maal dan “zakat” mall itu sungguh terus menempel di
hati. Sindiran yang sungguh relevan dengan kehidupan masyarakat
perkotaan sekarang ini. Apalagi di bulan suci yang penuh berkah, zakat
maal menjadi penting setelah umat Islam memenuhi kewajibannya berzakat
fitrah.
Dikutip dari Portalinfaq: kita mengenal zakat sebagai salah satu dari
lima rukun Islam yang di dalam Al Qur’an sering kali dikaitkan dengan
shalat. Zakat berasal dari bentukan kata zaka yang berarti ‘suci’,
‘baik’, ‘berkah’, ‘tumbuh’, dan ‘berkembang’. Menurut terminologi
syariat, zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah
mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan
dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu
pula. Kaitan antara makna secara bahasa dan istilah ini berkaitan erat
sekali, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan
menjadi suci, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang
(At-Taubah:103 dan Ar-Rum:39).
Pada dasarnya ada dua macam zakat, yaitu Zakat Maal atau zakat atas harta kekayaan; dan Zakat Fitrah yaitu zakat untuk membersihkan diri yang dibayarkan pada bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri.
Sedangkan menurut PKPU: zakat maal atau zakat harta, adalah zakat
yang wajib dibayarkan setiap muslimin yang memiliki harta yang sudah
sampai nishab-nya selama satu tahun kepemilikan. Zakat maal terdiri dari
berbagai macam, ada zakat emas- perak, zakat perniagaan, zakat
pertanian, zakat binatang ternak, zakat madu dan hasil hewan. Setiap
jenis zakat ini memiliki nishab sendiri-sendiri, seperti zakat emas
nishabnya 85 gram, dan besar zakatnya adalah 2,5%, dan seterusnya.
Sudah jelas pentingnya kaum muslim untuk mengeluarkan zakat maal-nya,
selain untuk kebersihan diri, juga untuk menjaga silaturahim, dan
menjaga situasi keadilan sosial agar tidak ada jurang pemisah yang lebar
antar berbagai status sosial di dalam masyarakat.
Bagaimana dengan “zakat” mall? Hari-hari sebelum memasuki Ramadhan,
apalagi nanti sebelum Lebaran, biasanya mall-mall di mana saja terutama
di Jakarta akan semakin meningkat jumlah pengunjungnya, dan akan makin
banyak orang-orang yang mulai "menzakati" mall dan pusat-pusat
perbelanjaan.
Memang tak ada salahnya jika kita menuju mall guna mencari keperluan
menyambut hari raya, namun seperti apa yang dikatakan ustad Wijayanto di
atas, hendaknya kita juga mulai membawa uang lebih banyak untuk zakat
maal ketimbang “zakat“ mall, karena selain bermanfaat untuk meningkatkan
kualitas spiritualitas diri, juga bisa bermanfaat untuk banyak orang.
[b\w]
Sumber: bloggerbekasi.com
No comments:
Post a Comment