7/10/12

Membunuh ekonomi negara dengan dalih anti komunis dan demokrasi

Ulasan buku Confessions of an Economic Hit Man

“Saya baca baru setengah buku, nggak selesai karena sudah keburu dongkol...” demikian kata paman saya ketika bercerita tentang buku karya John Perkins yang berjudul Confessions of an Economic Hit Man. Rupanya ada perasaan yang sama saya alami; kesal, marah, dongkol, dendam, dan geram setelah membacanya hingga tuntas. Inilah yang membedakan saya dengan sang paman, beliau belum selesai membacanya karena sudah lebih dahulu kesal.

Diawali dengan cerita masa kecil si penulis hingga dewasa yang akhirnya berhasil direkrut sebagai seorang Economic Hit Man (EHM). Buku ini menceritakan bagaimana seorang “pembunuh ekonomi” bekerja untuk sebuah perusahaan semacam konsultan finansial yang jadi langganan para pemerintah di negara berekonomi lemah. Bagaimana John Perkins menjadi seorang agen yang “mengelabui” pemerintah negara-negara tersebut agar mau melakukan pinjaman untuk membiayai sebuah proyek yang diada-adakan, yang ujung-ujungnya dikerjakan oleh pihak si pemberi pinjaman, sehingga duit pinjaman balik lagi ke dia-dia juga, sementara pinjaman dan bunganya tetap harus dibayar.

Celakanya di antara beberapa negara-negara yang jadi korban, salah satunya termasuk negeri kita tercinta ini, Republik Indonesia! John Perkins mulai beroperasi di Indonesia pada tahun 1971 sebagai seorang konsultan ekonomi, bergabung dengan beberapa orang Amerika lain yang sudah lebih dahulu tinggal di Indonesia, dan keberadaan mereka sangat didukung oleh pemerintah waktu itu karena mereka memakai dalih untuk menyelamatkan Indonesia dari pengaruh komunis. Tim yang terdiri dari 11 orang itu tinggal di Bandung dan bekerja untuk Perusahaan Listrik Negara. Mereka bertugas melakukan pengembangan elektrifikasi Pulau Jawa, membuat sebuah rencana induk sistem kelistrikan terpadu hingga jangka waktu dua puluh lima tahun.

“Berbicara tentang minyak. Kita semua tahu betapa tergantungnya negara kita pada minyak. Indonesia dapat menjadi sekutu kita yang kuat dalam hubungan ini.” begitulah kata Charlie Illingworth, manajer proyek dari misi tersebut (halaman 29). Ternyata memang tujuan mereka tak hanya masalah komunisme dan menegakkan demokrasi, tapi juga ekspansi kapitalisme dan minyak bumi. Cukup gamblang dan detil pemaparan John Perkins tentang keberadaannya di Indonesia. Contohnya adalah ketika ia bercerita tentang Hotel Indonesia Intercontinental tempat di mana pertama kalinya tinggal di Jakarta sebelum ke Bandung, juga di mana ia harus mengalahkan suara hati di bawah tekanan ketika memalsukan kajian ekonomi untuk proyek tersebut.

Selain di Indonesia, John Perkins juga bekerja di negara lain. Di Panama Perkins sempat berteman dengan pemimpin karismatik Omar Torrijos untuk menggagalkan niatnya mengalihkan kepemilikan Terusan Panama dari AS kepada Panama, hingga akhirnya presiden Panama tersebut meninggal karena kecelakaan pesawat terbang yang terbakar yang mempunyai semua tanda pembantaian CIA. Di Arab Saudi ia berusaha membujuk keluarga kerajaan untuk menginvestasikan pendapatan minyak ke dalam surat berharga AS, juga menjadi germo untuk Osama bin Laden. Di Iran berusaha untuk tetap membuat pemerintah otoriter Shah Iran berkuasa sampai akhirnya bersahabat dengan salah seorang anggota keluarga kerajaan. Di negara-negara miskin Amerika Latin seperti Kolombia dan Ekuador, ia berusaha mempengaruhi pemerintah agar tidak ragu untuk terus mengekploitasi minyak di hutan-hutan Amazon dan memberi cap pemberontak pada para petani yang menentangnya.

John Perkins menulis pengalaman hidupnya ini dengan gaya novel. Ia juga memasukkan sedikit unsur romantisme didalamnya, apalagi hidupnya sempat mengalami kegagalan perkawinan karena pekerjaan yang membuat dirinya selalu berada di luar negeri. Niatnya untuk membukukan kisah EHM ini juga sempat mendapat ancaman hingga tawaran suap yang menggiurkan, namun ia tetap bergeming dan terus menulis.

Perkins merasa bahwa akibat “prediksi ekonominya” telah membuat banyak negara manjadi terlibat hutang yang besar kepada lembaga keuangan dunia semacam World Bank dan IMF, sehingga pemerintahan sebuah negara menjadi ahli korupsi yang menghalalkan segala cara, sehingga rakyat kecil sengsara bahkan mati terbunuh! Mungkin tulisannya ini merupakan salah satu cara dia untuk menebus dosa dari apa yang telah dilakukannya.

Buku ini dapat menyadarkan kita akan adanya konspirasi besar yang mengarah kepada sebuah corporatocracy, yaitu istilah yang menggambarkan sebuah kekuatan elite baru yang berusaha menguasai planet ini (halaman 30). Kejadian demi kejadian penting di dunia ini bisa jadi sudah direncanakan sebelumnya, atau sebenarnya itu merupakan bagian dari sebuah rencana besar (grand design) untuk menaklukan seluruh kekuatan ekonomi dunia. Jika melihat cara kerja para Economic Hit Man ini yang sudah mulai beroperasi sejak pertengahan abad 20, tentu logikanya saat ini mereka jadi makin hebat, makin berpengalaman, sehingga makin sulit terdeteksi. Jika bangsa kita selalu sibuk bertikai satu sama lain dan tidak bersatu menggalang kekuatan, tentunya tak akan bisa lepas dari jeratan mereka. [b\w]

Sumber: Ikhlas Online (multiply sudah tutup)

No comments:

Post a Comment

BACA JUGA

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...