5/5/14

Laskar Pelangi Melekat di Hati


Jangan berharap semua yang ada di buku akan dapat diangkat ke dalam film. Begitulah kira-kira pesan yang ingin disampaikan oleh para kreator film Laskar Pelangi ini sejak awal, yaitu ketika memvisualkan adegan penerimaan sepuluh murid baru SD Muhammadiyah Gentong yang harus bubar jika muridnya kurang dari sepuluh anak.

Kisah awal yang menegangkan dibuat lebih maju dibandingkan di buku, saat di mana ibu guru Muslimah, yang biasa di panggil Bu Mus, bertemu seorang anak laki-laki ‘gosong’ bernama Lintang yang sendirian menunggu di depan sekolah dan menjadi murid pertama yang datang pada hari itu. Sementara
Andrea Hirata menulis momen itu ketika sembilan temannya yang masing-masing didampingi salah satu orang tuanya, termasuk Lintang yang datang bersama ayahnya, sudah duduk di dalam kelas.

Selanjutnya akan seperti itu, dasar ceritanya diambil dari buku dengan detail yang dibuat sangat berbeda dari buku dengan tujuan untuk lebih membangun emosi penonton, sehingga jadi lebih dramatis dan ngenes, meskipun sepertinya harus mengorbankan kekuatan karakter tiap tokohnya.

Contohnya lagi yaitu dengan ‘mewafatkan’ kepala sekolah dengan cukup tragis karena meninggal di meja kerjanya. Namun untuk meninggalnya ayah Lintang, meski ada di buku, ceritanya dibuat nyambung dengan cerita di bagian awal. Lintang tidak bisa lagi meneruskan sekolah untuk mengurusi adik-adiknya, karena ibunya pun ternyata sudah tiada. Ia akhirnya menjadi murid pertama yang datang, sekaligus menjadi murid pertama yang harus pergi meninggalkan sekolah yang sangat dicintainya.

Silakan saja pembacanya kecewa, yang jelas sang penulisnya cukup puas dengan film ini. Hal itu terlihat ketika dalam acara
Kick Andy yang membahas mengenai pembuatan film ini, Andrea Hirata, sang penulisnya, menuturkan bahwa “Jangan-jangan malah filmnya lebih hebat daripada bukunya!” Sebuah ekspresi kepuasan yang spontan.

Bagi Andrea, yang terpenting adalah film ini tetap memiliki nilai yang sama dengan di buku, yaitu bertujuan memberi inspirasi pembaca dan penontonnya agar selalu semangat dalam mengejar cita-cita hidup meski dengan berbagai keterbatasan. Tujuan yang lain adalah untuk lebih mengangkat citra daerah kelahirannya, yaitu
Pulau Belitong (Belitung), dan sepertinya sudah tercapai. Apalagi film Laskar Pelangi ini berlokasi shooting di pulau penghasil timah tersebut. Beberapa pengambilan lanskap alam yang menjadi latar belakang di tiap adegan cukup memberi gambaran yang jelas tentang keindahan serta keunikan Pulau Belitong.

Namun dari segi pemilihan artis ada beberapa yang agak mengganggu. Salah satunya adalah Tora Sudiro yang diplot sebagai guru di SD PN Timah, perannya sangat-sangat tidak sesuai dengan karakterikstik pribadi dan image yang sudah tertanam di benak penonton tentang dirinya. Sebaliknya ke sebelas anak asli Belitung yang di-casting Mira dan Riri berakting lumayan meski mereka baru kali pertama bermain film. Sungguh tepat memilih mereka menjadi Laskar Pelangi, karena justru di situlah kekuatan dari film ini. Merekalah yang membuat film Laskar Pelangi ini melekat di hati penontonnya. [b\w]


Tulisan ini dibuat pada 5 Oktober 2008 - benwal.multiply.com (alm)

No comments:

Post a Comment

BACA JUGA

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...