3 April 2006 (benwal.multiply.com)
Jika
bicara demokrasi, orang seluruh dunia pasti menunjuk Amerika Serikat sebagai
negara yang selalu menyuarakan faham ini, dan selalu bertindak atas nama
demokrasi. Tapi apa yang terjadi ketika penerapan demokrasi itu menghasilkan
tokoh atau pihak yang tak sejalan dengan aksi kapitalismenya?
Demokrasi yang tak dikehendaki
Kita jalan-jalan sebentar ke Palestina. Pemilihan umum paling demokratis dalam
sejarah Palestina ini dimenangkan oleh partai HAMAS. Sebuah partai berbasis
perjuangan rakyat yang dulu memang agak radikal, dan hal itulah yang dijadikan
alasan negara penjaga demokrasi dunia Amerika Serikat, untuk tidak menyetujui
kemenangannya. Bahkan berusaha menggagalkan kemenangan tersebut dengan berbagai
ancaman penangguhan bantuan. Padahal pemilu tersebut diawasi berbagai lembaga
internasional, termasuk mantan presiden AS Jimmy Carter, yang ikut mengawasi
langsung jalannya pemilihan, dan menyatakan bahwa pesta demokrasi tersebut
sungguh pemilu yang bersih.
Tengok agak ke timur sedikit. Salah satu negara penghasil minyak terbesar
dunia, Iran. Negara itu juga baru saja melaksanakan pemilihan presiden dengan
sangat demokratis. Namun apa tanggapan si Paman Sam? Mahmoud Ahmadinejad,
presiden berumur 49 tahun yang hidupnya sederhana itu, berusaha digulingkan
dengan berbagai fitnah serta cercaan dengan harapan dapat menggoyangkan
kedudukannya. Hingga AS akhirnya melakukan upaya terakhir dengan meneriakkan
isu nuklir seperti yang dilakukannya terhadap Irak.
Tak hanya di Timur Tengah. Pemilihan umum yang demokratis juga terjadi Bolivia,
sebuah negara miskin di Amerika Selatan tempat terbunuhnya tokoh revolusi Che
Guevara oleh CIA pada tahun 1967. Rakyatnya baru saja memiliki presiden pertama
yang berasal dari suku asli Indian. Evo Morales yang dipilih oleh sekitar 54%
rakyat Bolivia, dan merelakan setengah gajinya sebagai presiden untuk
dialokasikan guna kepentingan rakyat itu, menjadi sasaran kecaman Amerika
Serikat karena menolak bekerjasama memenuhi keinginan sang negara adidaya.
Demokrasi ala Amerika?
Katanya demokrasi, tapi kenapa tidak setuju ketika ada pihak yang memenangkan
pemilihan dengan demokratis? Itulah Amerika Serikat, sebuah negara yang mengaku
penganut demokrasi sejati, padahal tak lebih dari sebuah pemerintahan tirani
yang selalu memaksakan kepentingannya ke seluruh dunia. Hebatnya lagi,
pemerintah AS juga berhasil mengajak negara-negara barat yang lain untuk
bersama-sama mengupayakan keberhasilan dari tindakannya.
Jika demokrasi dipaksakan untuk diterapkan di sebuah negara, kalau perlu dengan
melakukan agresi seperti yang terjadi pada Irak dan Afghanistan, apa itu
namanya tindakan yang demokratis? Masih pantaskah Amerika Serikat dijadikan
kiblat demokrasi dunia? Jika masih ada istilah demokrasi ala Amerika, mungkin
harus diubah menjadi demokrasi tirani ala Amerika. (b\w)
No comments:
Post a Comment