8/21/13

Poligami dari sudut pandang istri kedua

“Selama ini masalah poligami selalu dilihat dari ‘kacamata’ istri pertama, coba lihat masalah ini dari ‘kacamata’ istri kedua, belum tentu istri kedua tak lebih baik dari istri pertama,” itulah yang dikatakan Poetri Soehendro, seorang penyiar i-radio ketika dalam siaranya bersama Rafiq tadi pagi (12/12/2006) yang untuk kesekian kalinya membahas masalah poligami ini. “Sekarang ini kaum perempuan selalu menghujat para pelaku poligami, padahal bukan tak mungkin suatu saat dia sendiri jadi istri kedua,” sambungnya lagi.

Luar biasa landasan berpikir sang penyiar wanita kawakan tersebut. Pendapatnya tentang poligami begitu terbuka, bahkan menyentuh bahasan yang tidak kita pikirkan sebelumnya. Sangat benar apa yang dikatakannya, bahwa sekarang ini banyak sekali para wanita yang menghujat poligami selalu dari sudut pandang istri pertama. Bagaimana rasanya hati yang teriris-iris ketika tahu diduakan, bagaimana malunya jika orang lain tahu suaminya ternyata punya yang lain. Namun, apakah terpikir bagaimana terisrisnya hati sang pelaku, dalam hal ini sang istri kedua, ketika tahu dirinya dijadikan ajang hujatan sesama kaumnya?

“Ah, gua ga bakal pernah mau punya suami yang udah punya istri!” teriak seorang teman perempuan. Oh ya? Ati-ati lho kalo bicara, never say never kata orang Jawa bilang.

Sayang penulis tidak punya rujukan pengalaman dari sisi istri kedua. Tulisan ini pun tidak juga bermaksud melakukan pembahasan terhadap masalah poligami, karena jika ingin lebih jelas tentang itu, silakan main-main saja ke sini www.polygamy.com. Tapi ulasan di sini hanya ingin sejenak keluar dari batas-batas emosi yang ada.

Ngomongin emosi, ada sebuah statement bijak dari seorang ustadzah terkenal dalam sebuah wawancara di salah satu TV swasta, “Semakin kita menghujat dan mencaci maki A’a Gym, maka dosa-dosa yang ditanggung dia justru akan beralih kepada yang menghujat. Jadi sebaiknya kita doakan saja agar keluarganya bisa tetap berbahagia dengan kejadian ini, lebih berpahala daripada marah-marah yang akan menambah dosa.”

Penting juga ya jika dalam masalah apa pun, hendaknya kita juga melihat emosi dari sisi yang lain. Seperti yang mbak Poetri bilang tadi pagi, “Kita harus tahu bahwa ada orang lain yang keadaannya tidak seperti yang kita alami, tidak semua orang punya kondisi hidup yang sama.” Mungkin sudah saatnya kita melihat suatu masalah tak hanya selalu dari satu sisi, agar kita bisa lebih menghargai hidup yang singkat ini. [b\w]

*tulisan ini pernah diposting pada 12 Desember 2006 di benwal.multiply.com yang sudah musnah...

No comments:

Post a Comment

BACA JUGA

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...